Sembuhkan Dunia dengan Perdamaian



Tentang perdamaian, ingatan saya seolah kembali pada tahun 2010 silam. Kala itu, untuk pertama kalinya saya mendengar sebuah lagu yang terdengar enak di telinga. Tidak hanya karena alunan nada musiknya yang mendayu-dayu, tetapi juga liriknya yang sangat menyentuh hati. Lagu tersebut berjudul Heal the World, dinyanyikan oleh penyanyi pop kelas dunia, mendiang Michael Jackson.
Yang masih saya hafal sampai sekarang dari lirik lagu tersebut adalah bagian reff-nya. “Heal the world. Make it a better place. For you and for me and the entire human race. There are people dying, if we care enough for the living. Make it a better place for you and for me.”

Jika diartikan, lirik tersebut lebih kurang bermakna seperti berikut; “Sembuhkan dunia! Jadikan (dunia) tempat yang lebih baik. Untukmu, untukku, dan semua ras manusia. Ada banyak orang yang mati, jika kamu benar-benar peduli dengan kehidupan, jadikanlah dunia tempat yang lebih baik untukmu dan untukku.”

Lagu itu menjadi semakin dramatis dengan latar video klip yang bertemakan situasi perang. Sejumlah tentara terlihat memegang senjata, sementara anak-anak kecil bermain di antara barisan tank. Sewaktu-waktu, anak-anak itu bisa saja tewas tertembak atau terkena ledakan saat asyik bermain. Sebuah ilustrasi yang menunjukkan tidak adanya rasa aman bagi mereka yang terseret ke dalam pusaran kekerasan.
Bagi penulis, Heal the World lebih dari sekadar lagu. Ia adalah refleksi atas realita sosial yang dialami oleh umat manusia saat ini. Hampir setiap saat, kita mendengar ada saja berita tentang peristiwa kekerasan yang terjadi di belahan dunia mana pun. Kekerasan itu telah merenggut nyawa orang yang tak berdosa, sementara pihak yang bertikai seolah tidak peduli dan terus-terusan saling menghancurkan satu sama lain. Perdamaian ibarat menjadi sebuah kebutuhan yang sangat mahal harganya.
Terlebih di negara majemuk seperti Indonesia, di mana masyarakatnya terdiri dari berbagai suku, etnis, dan agama. Potensi terjadinya gesekan menjadi sangat tinggi apabila perbedaan itu tidak disikapi dengan baik. Setiap kelompok berusaha memperjuangkan kepentingannya masing-masing, sehingga sangat berpotensi memicu timbulnya gesekan yang bersifat horizontal (antarkelompok) maupun vertikal (antara kelompok tertentu dengan negara).
Aksi terorisme adalah bukti nyata dari praktik kekerasan yang timbul akibat gagal dalam menyikapi perbedaan. Sekelompok orang yang merasa tidak sejalan dengan negara mengekspresikan sikapnya dalam bentuk kekerasan yang bersifat destruktif dan tidak pandang bulu. Imbasnya, siapa pun sangat mungkin menjadi korban walaupun tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan tujuan kelompok teroris. Para korban merasakan penderitaan seumur hidup.
Dari beberapa kisah korban terorisme yang pernah saya dengar, kondisi mereka ternyata sangat memprihatinkan. Di antara korban yang terkena dampak langsung, ada yang kehilangan bola mata, ada yang mengalami kerusakan saraf, bahkan ada yang kulitnya mengelupas akibat luka bakar. Kebanyakan dari mereka harus menjalani perawatan seumur hidup agar kondisi kesehatan tetap stabil. Ini belum termasuk rasa trauma yang tidak bisa hilang hanya dalam waktu satu atau dua bulan. Dapat dibayangkan berapa banyak materi, waktu, dan tenaga yang terbuang demi menjalani masa penyembuhan.
Kondisi yang tak kalah memprihatinkan juga diderita oleh korban tidak langsung, yakni mereka yang kehilangan anggota keluarga akibat aksi terorisme. Kita bisa membayangkan, orang yang selama ini selalu ada di sekitar kita, tiba-tiba harus pergi meninggalkan kita untuk selama-lamanya. Secara manusiawi, kehilangan orang tercinta akan menggoreskan luka yang dalam bagi pihak yang ditinggalkan. Sebab, nyawa tak bisa diganti dengan harga berapa pun.
Oleh karena itulah, perdamaian itu sangat mahal harganya. Perdamaian itu ibarat mutiara di lautan dalam, berharga namun susah untuk didapatkan. Artinya, setiap pihak harus berupaya semaksimal mungkin untuk menahan diri dan menahan egonya masing-masing dalam menyikapi perbedaan, walaupun proses untuk sampai pada tahap itu sangat sulit dan membutuhkan perjuangan ekstra. Hanya dengan cara demikian, mutiara perdamaian itu bisa kita dapatkan.
Mari kita bersama-sama menyembuhkan dunia yang sudah terlanjur sakit-sakitan ini, seperti lirik yang disenandungkan oleh mendiang Michael Jackson di atas. Menyembuhkan bukan dengan uang, bukan dengan medis, melainkan dengan mutiara perdamaian.
Sumber: https://www.aida.or.id/2019/10/5750/memenuhi-ruang-publik-dengan-kedamaian

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Forum Kyai dan Mubaligh Nusantara Tolak People Power

Toleransi Beragama: Perbedaan itu Rahmat

Status Indonesia sebagai Negeri Islam dalam Kajian Fiqih