Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2018

Adab dan Etika Perang dalam Islam

Gambar
Huzaifah Ibn al-Yaman RA., hendak berperang bersama Nabi namun ditolak karena pernah berjanji tidak akan memerangi kaum Musyrik. Nabi memerintahkannya untuk menepati janji. Kalau segala cara untuk menjalin hubungan baik/tidak bermusuhan telah ditempuh dan lawan tetap bersikeras menjatuhkan mudarat, tingkatkanlah upaya untuk membentengi diri menghadapinya. Tingkatkan upaya sedini mungkin dan sebelum ada musuh karena setiap Muslim memang harus berupaya untuk selalu kuat.  Di sinilah ditemukan tuntunan Allah agar mempersiapkan kekuatan untuk menghadapi musuh (QS. al-Anfal ayat 60). Tetapi, gunakanlah kekuatan itu jika tidak ada jalan lain untuk menampik kejahatan. Ini pun harus disesuaikan dengan tingkat pelanggaran. Dan jika lawan terhenti/berhenti melakukan penganiayaan/kejahatan mereka, aksi yang dilakukan harus segera dihentikan.  QS. al-Baqarah ayat 193 menegaskan: "Perangilah mereka itu sehingga tidak ada lagi penganiayaan dan (sehingga) ketaatan itu hanya se

Keseriusan Semua Pihak Dibutuhkan untuk 'Bersihkan' Lingkungan Masjid dari Radikalisme

Gambar
Temuan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) mengenai masjid 41 masjid yang terindikasi menyebarkan paham radikalisme menjadi pembicaraan publik setelah diangkat oleh stasiun televisi swasta.  Penelitian terhadap 100 masjid milik pemerintah di Jakarta pada yang digelar tahun 2017 lalu menganalisis isi khotbah Jumat empat kali berturut-turut dalam rentang waktu 29 September-20 Oktober 2017. Dari 35 masjid di lingkungan kementerian, 28 masjid di lembaga negara, dan 37 masjid di badan usaha milik negera (BUMN), ditemukan 41 masjid terindikasi paham radikalisme.  Dewan Penasehat P3M Agus Muhammad mengungkapkan, hasil riset itu telah dirilis ke publik dan  masalah itu mendapat respon yang cukup baik, terutama dari pemerintah. Namun pihaknya tidak tahu persis apa yang telah dilakukan pemerintah untuk menyikapi hasil penelitian tersebut.  Menurutnya fenomena ini membutuhkan keseriusan yang lebih dari berbagai kalangan untuk 'membersihkan' masjid

Mahfud MD: Orang Islam Harus Menyayangi Sesama Manusia

Gambar
Guru Besar Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mohammad Mahfud MD menegaskan bahwa sudah seharusnya seorang Muslim menyayangi sesama manusia. Bahkan menurutnya bukan hanya menyayangi, tetapi juga harus menghormatinya. “Orang Islam harus menyayangi dan menghormati sesama manusia. Islam menegasakan, menyelamatkan satu nyawa manusia sama dengan menyelamatkan semua manusia di bumi,” ujar Mahfud MD dikutip  NU Online , Rabu (28/11) lewat twitternya. Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2008-2013 ini menukil Sabda Rasulullah SAW, Nabi Muhammad bersabda, "Yang paling baik di antaramu ialah kamu yang menyebar manfaat (kebaikan) kepada semua manusia". Menanggapi pernyataan Mahfud MD tersebut, salah seorang warganet bertanya, “Apa sama prof @mohmahfudmd dengan membenci satu nyawa manusia, sama dengan membenci semua manusia di bumi? Mohon pencerahannya, trm ksh prof?” Pertanyaan tersebut ditanggapi Mahfud dengan menerangkan bahwa kebaikan seseorang akan

Islam Damai dan Rahmatan lil Alamin

Gambar
Hakikat Islam s ecara harfiah, islam berarti ‘damai’, ‘selamat’, ‘aman’, atau ‘tenteram’, (Lihat Ismail bin Hammad Al-Jauhari, As-Shihhah: Tajul Lughah Washihahul Arabiyyah, [Beirut, Darul Ilmi: 1990 M], cetakan keempat, halaman 1951) yang semua itu mengacu pada situasi yang sangat didambakan setiap orang. Situasi ini tidak hanya oleh umat Islam, tetapi juga oleh semua umat manusia di mana pun, bahkan hewan dan tumbuhan sekalipun. Kemudian, secara konseptual, Islam merupakan agama yang mengajarkan monoteisme tauhid yang harus diwujudkan dalam bentuk kepasrahan diri dan ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya sebagai utusan pembawa rahmah guna meraih kebahagiaan dan keselamatan, baik di dunia maupun di akhirat (Surat Al-Baqarah ayat 201). Namun, kebahagiaan itu tidak akan pernah terwujud tanpa kedamaian dan kasih sayang di antara sesama.Intinya, dengan membawa misi damai dan kasih sayang itulah risalah Islam diturunkan ke seluruh alam (Surat Al-Anbiya ayat 107). Secar

Nabi Muhammad menyatukan perbedaan tanpa melabur perbedaan

Gambar
Menuju bangsa yang besar, Indonesia harus mempertimbangkan bagaimana pemimpin yang bisa merangkul semua. Hal ini melihat bagaimana Indonesia memiliki sosial-kultur yang berbeda satu sama lain, tatkala tidak diperhatikan dan dipimpin yang merangkul semua, maka Indonesia rawan untuk bercerai. Menengok pemimpin yang ideal suatu daerah dan waktu, maka kita bisa meniru beberapa nabi yang sukses memimpin suatu bangsa yang tercerai-berai menjadi bangsa yang besar dan disegani bangsa-bangsa yang lain. Dalam buku ini mengulas seni memimpin nabi-nabi dalam sejarah perjalanan manusia. Salah satu yang menarik dilihat adalah gaya kepemimpinan Muhammad. Ia hanya melakukan kurang dari setengah abad untuk mempersatukan bangsa Arab yang tercerai berai lantaran permusuhan antar suku. Tetapi capaian yang dilakukan dalam dakwahnya melampaui segala penjuru dunia. Tetapi ia melakukan kepemimpinan ke semua bangsa, yang meliputi watak, selera dan budaya masing-masing, dan mereka berbondong

Lain di Sini, Lain di Sana: Memaknai Perbedaan

Gambar
Dalam pengertian populer, lain itu berbeda, berbeda itu tidak sama, dan tidak sama itu berlainan—bisa juga berlawanan. “Lain di sini, lain di sana” berarti berbeda di mana-mana. Namun, berbeda di mana-mana belum tentu melahirkan ekspresi yang tidak sama. Seperti digambarkan dalam lagu anak-anak, “Di sini senang, di sana senang, di mana-mana hatiku senang”. Telah jelas  output -nya sama, walaupun proses yang dialaminya berbeda. Mungkin, di sini senang gara-gara menang, di sana senang gara-gara curang.  Sebelum lebih jauh saya ingin menghadirkan Gus Dur terlebih dahulu dalam tulisan ini, “Jika kamu membenci orang karena dia tidak bisa baca al-Qur’an, berarti yang kamu pertuhankan itu bukan Allah, tapi al-Qur’an. Jika kamu memusuhi orang yang berbeda agama dengan kamu, berarti yang kamu pertuhankan itu bukan Allah, tapi agama. Jika kamu menjauhi orang yang melanggar moral, berarti yang kamu pertuhankan bukan Allah, tapi moral. Pertuhankanlah Allah bukan yang lainnya, d

Membangun Generasi Toleran

Gambar
Toleransi adalah sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. Pembudayaan karakter toleransi perlu ditumbuh kembangkan sedini mungkin untuk memperkokoh semangat persatuan dan kesatuan bangsa. Sekolah sebagai institusi pendidikan memiliki peranan strategis dalam menanamkan karakter toleransi pada peserta didik. Sejarah telah membuktikan bahwa kebhinnekaan merupakan ciri utama bangsa Indonesia. Bumi nusantara ini dihuni oleh masyarakat dari berbagai suku, adat istiadat, bahasa, agama, dan kepercayaan yang berbeda-beda. Kemerdekaan Indonesia dapat dicapai ketika para pejuang kemerdekaan berhasil membangun kebersamaan dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika, semangat yang menjadikan kebhinnekaan sebagai kekuatan, bukan sebagai kelemahan. Kemampuan untuk menjadikan kebhinnekaan sebagai kekuatan sangat diperlukan untuk membangun Indonesia yang maju, adil, sejahtera, dan demokratik. Apresiasi terh

Kiai Said: Islam Ajarkan Perdamaian

Gambar
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj mengingatkan tentang pentingnya bersyukur karena dijadikan Allah sebagai muslim. "Kita harus bersyukur menjadi orang Islam," kata Kiai Said di hadapan sekitar 850 peserta Madrasah Ramadhan di Masjid Raya KH Hasyim Asy'ari, Jakarta, Sabtu (26 /5). Menurut Kiai Said, Islam bermakna damai. Oleh karena itu, Islam mengajarkan perdamaian, bukan permusuhan. Begitu juga dengan negara atau bangsa yang damai, dan tidak terjadi perang, maka disebut dengan negara damai. "Jadi Islam itu sama dengan damai," kata Kiai kelahiran Kempek, Cirebon, Jawa Barat itu. Islam juga bermakna  salamatun , yaitu agama yang mengajak manusia kepada keselamatan, baik selamat di dunia maupun di akhirat. "Menyelamatkan orang lain, jangan sampai orang lain celaka," kata Kiai Alumnus Universitas Ummul Qura Arab Saudi itu. Selain itu Islam juga bermakna  taslim , yaitu menyerahkan diri secara t

Kekeliruan-kekeliruan dalam Memahami 'Kafir' dalam Al-Qur'an

Gambar
Pada pembukaan Kongres kelima Jam’iyyatul Qurra wal Huffazh Nahdlatul Ulama, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj meminta para penghafal, pembaca, dan pengkaji Al-Qur’an di kalangan NU jangan sampai jatuh pada hadits Nabi yang artinya: “membaca Al-Qur’an hanya sampai di tenggorokan”.  Ungkapan itu, maksudnya tiada lain adalah orang yang membaca Al-Qur’an, tapi pemahamannya tidak sampai di hati dan praktik.  Karena itulah, para ahli Al-Qur’an NU harus bisa memahaminya sebagaimana para ulama terdahulu. Sebab, jika keliru akan berakibat fatal. Misalnya dalam memahami kata kafir, jika salah, akan berakibat terkucurnya darah seseorang atau sekelompok orang.   Abdurrahman bin Muljam misalnya, adalah orang yang memahami ayat Al-Qur’an dengan cara salah. Sayidina Ali, sahabat dan sekaligus menantu Nabi Muhammad yang termasuk kalangan pertama memeluk Islam, dianggap kafir karena dianggap tidak menggunakan hukum Allah berdasarkan ayat Al-Qur’an. Darah pun terkucur.