Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2019

Islam rahmatan lil alamin, Dibawa oleh Orang Santun kepada Bangsa Santun

Gambar
Jakarta,  NU Online Salah satu persoalan yang dibahas dalam Komisi Bahtsul Masail Maudluiyah Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2019 di Kota Banjar, Jawa Barat ialah Konsep Islam Nusantara. Konsep tersebut perlu dibahas secara mendalam agar tidak ada kekeliruan dan kesalapahaman bagi masyarakat yang mempunyai tujuan baik untuk memahami Islam Nusantara. Salah seorang ulama yang menjadi Tim Perumus Bahtsul Masail Maudluiyah Munas NU 2019 KH Afifuddin Muhajir menegaskan bahwa agama Islam itu bersifat santun. Kemudian, Islam yang santun ini didakwahkan di Nusantara oleh orang-orang santun (Wali Songo, red) kepada bangsa yang santun pula, yaitu masyarakat Nusantara sehingga lahir Islam Nusantara. “Islam yang santun ini dibawa oleh orang-orang santun, sementara sasarannya orang yang santun pula, lahirlah Islam Nusantara,” ujar Kiai Afifuddin Muhajir pada forum Bahtsul Masail yang berlangsung pada Kamis, (28/2) lalu. Penulis Kitab  Fathul Mujibul Qarib  ini memaparkan, a

Islam Seiring dengan Demokrasi, Namun Sering Disalahgunakan Demi Kepentingan Politik

Gambar
Dr. Laith Kubba – Direktur National Endowment for Democracy, salah seorang pembicara diskusi panel di Washington, DC. Islam dan demokrasi saling melengkapi, namun ironisnya sering disalahgunakan demi kepentingan kekuasaan. Demikian kesimpulan diskusi panel di Washington DC beberapa waktu lalu. Islam adalah agama yang sangat indah di mana konsep-konsep seperti kebebasan, kedaulatan, akuntabilitas, kontrak sosial termasuk pemisahan kekuasaan hukum dan eksekutif diatur jelas dalam kitab suci Al Qur’an. Demikian menurut Dr. Laith Kubba – Direktur National Endowment for Democracy yang ditemui VOA seusai diskusi panel “Islam and Democracy – Evolving Compatibility in the 21st Century” diselenggarakan oleh Kedutaan Besar Indonesia di Amerika bekerjasama dengan Kedutaan Besar Mali, Bosnia Herzegovina dan Irak serta Congressional Indonesia Caucus, baru-baru ini. Pada kesempatan itu, Laith Kubba mengatakan, “Dalam sejarah Muslim tidak ada perincian tentang mekanisme dan p

Konservatisme Islam Ancam Keberagaman Indonesia

Gambar
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Amin Mudzakkir mengatakan, konservatisme Islam dalam jangka panjang mengancam Keberagaman di Indonesia. Hal itu terjadi karena konservatisme Islam menjadi salah satu faktor yang mengarah pada radikalisme. Menurut Amin, selama ini, kelompok Islam radikal sebagai perwujudan konservatisme Islam merebak karena telah memanfaatkan demokrasi dan internet untuk menyebarkan pengaruhnya.  "Salah satu substansi yang mereka sebarkan bertentangan dengan nilai-nilai dasar kita yang NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)," katanya di kantor PBNU, Rabu (28/3).  Kelompok yang dalam pemahaman keagamaannya radikal, di antaranya sering mengampanyekan pembentukan negara agama dengan menjalankan formalisasi hukum agama Islam.  Pemerintah sendiri, katanya, sampai saat ini dinilai masih pasif dalam menangkal gerakan-gerakan yang merongrong NKRI.  "Ke depan mereka (pemerintah) harus aktif meng- counter 

MELAWAN RADIKALISME DI MEDIA SOSIAL

Gambar
Sumber Twitter JAKARTA, Indonesia —  Belajar teknologi sambil belajar Islam yang damai. Kita bisa menemukan beragam artikel terkait dua topik itu jika masuk ke laman  www.jalandamai.org . Ada trik bagaimana menggunakan teknologi dalam kehidupan sehari-hari dan ada juga kisah penganut Islam di Pulau Kabung, Kalimantan.  Di situs ini juga ada kutipan mantan Presiden Abdurrahman “Gus Dur” Wahid di halaman profil, “Islam yang ramah, bukan Islam yang marah.” Pengelola juga mengunggah sejumlah video bagaimana anak muda memahami Islam. Ini salah satunya  videonya . Situs jalandamai.org dibuat atas kerja sama antara Universitas Surya pimpinan Yohanes Surya dengan Badan Nasional Penanggulangan Anti Terorisme (BNPT). Mengusung semboyan menjalin “silaturahmi melalui teknologi”, situs yang menyajikan konten positif mengenai pemahaman Islam ini menjadi bagian dari kerja sama riset pemanfaatan teknologi dalam mencegah terorisme antara lembaga pendidikan dan badan yang mengurusi

ANTARA KHALIFAH DAN KHILAFAH

Gambar
Tulisan ini berkaitan dengan wacana yang muncul beberapa tahun terakhir ini, terkait dengan jargon baru di sebagian kecil umat Islam yang mencoba menghidupkan kembali wacana khilafah bagi kemajuan peradaban Islam masa depan. Sepintas memang menarik, dari pemunculan isu khilafah tersebut, karena dapat menjadi saluran pembebasan umat Islam di tengah kesumpekan politis dan kesejahteraan yang mereka hadapi. Isu khilafah ini dipelopori oleh gerakan pembebasan Islam (Hizbut Tahrir) global atau HTI di Indonesia. Pemunculan isu ini dalam rangka memberi semangat baru kepada umat Islam untuk membebaskan diri dari jeratan Kapitalisme global yang menggunakan jargon demokrasi dan HAM sebagai media penindasan umat Islam. Sebagaimana telah penulis uraikan pada sesi ketiga dari tema besar demokrasi religius yang lalu. Ada beberapa hal yang perlu didiskusikan lebih lanjut tentang isu khilafah dimaksud. Pertama, kalau diperhatikan secara normatif, al-Qur’an ma

KH Ma'ruf Amin: Ulama Indonesia Mampu Letakkan Hubungan Agama dengan Bangsa

Gambar
Ulama Indonesia terdahulu sudah mampu meletakkan hubungan agama dengan paham kebangsaan. Keduanya diletakkan pada posisi yang tepat dalam bingkai kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal itu diungkapkan Mustasyar PBNU KH Ma'aruf Amin pada acara silaturahmi dan tablig akbar, di Pesantren Nurul Yaqin Ringan-Ringan Pakandangan, Kecamatan VI Lingkungan Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, Jumat (8/2).  Menurut Kiai Ma'aruf Amin, kalau masih ada pihak-pihak yang mencoba membenturkan agama Islam dengan Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia, berarti sudah ketinggalan.   "Ulama Indonesia ternyata mampu menyelesaikan hubungan antara agama Islam dengan paham kebangsaan. Padahal masih banyak negara yang penduduknya menganut agama Islam belum mampu meletakkan hubungan agama dengan paham kebangsaan," jelas Kiai Ma'ruf.  Dikatakan, Indonesia bersyukur melalui pendekatan yang dilakukan para ulama, tidak memilih hanya agama Islam saja, atau

PENDEKATAN BARU TERHADAP AYAT-AYAT JIHAD

Gambar
Setiap kali terjadi tindakan terorisme yang dilakukan oleh seorang atau kelompok Muslim, seperti penembakan di Orlando, Florida, AS, yang menewaskan 49 orang, perhatian kembali tertuju pada ayat-ayat jihad dalam al-Qur’an. Tentu saja anggapan ini menyesatkan karena teks kekerasan tidak dengan sendirinya menyebabkan perilaku kekerasan. Namun demikian, perlu diakui, pembacaan kita tentang ayat-ayat jihad memang kerap memberi ruang bagi pikiran berorientasi kekerasan. Apakah kita mendukung atau menolak peran kitab suci memicu kekerasan, sebenarnya cara kita membaca ayat-ayat jihad memungkinkan teks keagamaan menjustifikasi perilaku terkutuk itu. Yang saya maksud di sini ialah model bacaan yang melihat ayat-ayat al-Qur’an secara kronologis. Seperti jamak diketahui, kaum Muslim umumnya memahami bahwa sebagian ayat turun di Mekkah dan sebagian lain di Madinah. Dari cara baca semacam itu, maka ambivalensi sikap al-Qur’an mulai terdeteksi. Ambivalensi yang dimaksud ia

Pancasila Menjamin Kebebasan Beragama dan Menjalankan Ritual Keagamaan

Gambar
Ujung_Pena,  Umat Islam merupakan ummatan washatan yang menghargai perbedaan keyakinan, keberagamaan yang lain. Hal ini terbukti dalam perjalanan historis dakwah Nabi Muhammad Saw saat berada di Madinah dan kembali ke Mekkah. Jaminan Keberagamaan yang dilaksanakan oleh Kanjeng Nabi saat Fathu Makkah terhadap kaum kafir qurays menunjukkan adiluhungnya sikap toleransi Islam.        Kebebasan beragama merupakan persoalan pelik di kalangan umat Islam saat di tengah gejolak sectarian dan ego keyakinan keberagamaan yang kian tinggi. Mengakui kebebasan beragama bukan merupakan ‘kekalahan’, akan tetapi mengalah kepada realitas yang plural. Sikap menghargai dan adanya kebebasan beragama merupakan pintu masuk untuk bersifat inklusif atas kelompok lain.         Keberagamaan seperti ini bisa kita gambarkan sebagai seuatu berasal dan berangkat dari problem diri. Karena kebebasan dan keberagamaan orang lain kerap dijadikan pembenaran terhadap ketidak penerimaan terhadap per

Berita Bohong dan Keharaman Bagi Umat Islam Menyebarkannya

Gambar
Allah SWT telah mewanti-wanti umat Islam untuk tidak gegabah dalam membenarkan sebuah berita yang disampaikan oleh orang-orang fasik yang termasuk di dalamnya orang-orang yang belum diketahui secara jelas sikap dan perilaku (kejujuran)-nya. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (QS al-Hujurat:6) Syeikh Thahir ibn Asyur, ahli tafsir kenamaan asal Tunisia, dalam kitabnya berjudul tafsir at-tahrir wa at-tanwir, dalam menafsirkan ayat di atas memberikan sebuah penjelasan bahwa ayat ini menegaskan kepada umat Islam agar berhati-hati dalam menerima laporan atau berita seseorang yang tidak di