Memenuhi Ruang Publik dengan Kedamaian


Ruang publik kita belakangan ini sering dipenuhi dengan berbagai hal yang bernuansa kekerasan. Tak terbatas pada kehidupan nyata, di ranah dunia daring pun sering dijumpai interaksi konfliktual. Kedamaian di negeri tercinta selalu dipertaruhkan dengan adanya propaganda konflik yang tanpa henti. Mulai dari kerusuhan bernuansa etnis di Papua hingga unjuk rasa berujung ricuh di sejumlah kota, seolah-olah kekerasan menjelma virus yang menjangkiti banyak pihak. Belum lagi ditambah dengan adanya serangan terhadap pejabat negara, serta fakta segelintir orang yang diamankan aparat keamanan karena dugaan keterlibatan aksi terorisme.
Menganalogikan dengan istilah medis, guna menangkal penyebaran virus kekerasan, gerakan perdamaian mesti digalakkan untuk mempertebal imunitas masyarakat. Ajakan pada perdamaian harus digencarkan hingga menjadi viral dan memengaruhi masyarakat secara luas guna menangkal segelintir pihak yang cenderung pada kekerasan.
Dalam rangka menguatkan budaya perdamaian, kedewasaan masyarakat dalam memandang perbedaan harus ditingkatkan. Harus semakin disadarkan kepada sebanyak-banyaknya orang bahwa perbedaan dalam setiap bidang kehidupan manusia adalah sebuah keniscayaan. Yang mesti ditekankan adalah sikap bijak setiap orang dalam menghadapi perbedaan. Sudah banyak fakta yang membuktikan bila seorang individu atau sekelompok orang memaksakan kehendak dan tidak bisa menerima perbedaan, maka kehancuran terjadi. Dari pengalaman AIDA mendampingi sebagian mantan pelaku, didapatkan fakta bahwa pemahaman terorisme diawali dari doktrin kebencian terhadap umat agama lain.
Di sisi lain, berdasarkan pengalaman AIDA mendampingi para korban terorisme, aksi kekerasan sungguh menimbulkan dampak yang bukan main daya merusaknya. Aksi teror menghilangkan nyawa orang-orang yang tak tahu-menahu dengan isu yang dipermasalahkan oleh teroris, melahirkan janda/duda serta anak-anak yatim/piatu. Bagi mereka yang sintas, serangan terorisme menyisakan luka dan derita. Tak hanya luka fisik, pengalaman sangat traumatis dari aksi teror juga memengaruhi kondisi psikis penyintas. Berbagai penderitaan itu tidak bisa hilang atau sembuh dalam waktu singkat. Sebagian penyintas masih harus merasakan sakit dan trauma bahkan setelah belasan tahun tragedi teror terjadi.
Oleh sebab itu, di tengah maraknya segelintir orang yang diuntungkan dengan adanya kekerasan yang meluas, harus digalakkan gerakan memenuhi ruang publik dengan narasi-narasi perdamaian. Kesaksian korban dan mantan pelaku cukup menjadi bukti begitu mendesaknya ruang publik harus disterilkan dari berbagai propaganda nirdamai.

Sumber : https://www.aida.or.id/2019/10/5750/memenuhi-ruang-publik-dengan-kedamaian

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Forum Kyai dan Mubaligh Nusantara Tolak People Power

Toleransi Beragama: Perbedaan itu Rahmat

Status Indonesia sebagai Negeri Islam dalam Kajian Fiqih