Fase Jihad Rasul: Sabar dan Memaafkan Kafir Quraisy




Jihad merupakan ibadah yang sangat mulia dalam Islam. Tidak tanggung-tanggung, Allah menjanjikan surga tanpa hisab bagi orang yang mati karena berjihad di jalan Allah (mati syahid). Namun sayang sekali, istilah jihad ini selalu dikaitkan dengan aksi terorisme oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab. Kemudian muncul stigma buruk pada istilah jihad yang berujung pada hilangnya kepercayaan masyarakat akan besarnya manfaat jihad untuk Islam.
Selain untuk menegakkan agama Allah, jihad juga berfungsi untuk menjaga dan melindungi hak-hak umat Islam. Allah berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ آوَوْا وَنَصَرُوا أُولَٰئِكَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada Muhajirin), mereka itu satu sama lain saling melindungi.” (Qs. Al-Anfal : 72)
Namun, jika kita melihat fase dakwah Rasulullah SAW, ada beberapa fase yang beliau lewati dalam masalah jihad. Tulisan ini akan mengulas fase jihad Rasulullah SAW.
Fase Sabar dan Memaafkan
Ketika Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam di Makkah, jihad pada fase ini adalah dengan sabar dan memaafkan. Walaupun realitanya, beliau dan kaum muslimin mendapatkan perlakuan buruk dari orang-orang kafir Quraisy. Teror dari orang-orang kafir itu dihadapi tanpa menghunuskan pedang dan kekerasan.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memberikan keteladanan kepada umat Islam bagaimana tingginya kesabaran yang harus diejawantahkan pada fase ini. Dikisahkan oleh Abdullah bin Mas’ud yang menyaksikan penghinaan kaum Quraisy kepada Nabi di dekat Ka’bah waktu itu.
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam shalat di dekat Ka’bah, ada orang-orang Quraisy yang sedang duduk-duduk di majelis mereka. Ketika itu ada seorang laki-laki dari mereka yang berkata:
أَلاَ تَنْظُرُونَ إِلَى هَذَا الْمُرَائِي أَيُّكُمْ يَقُومُ إِلَى جَزُورِ آلِ فُلاَنٍ، فَيَعْمِدُ إِلَى فَرْثِهَا وَدَمِهَا وَسَلاَهَا فَيَجِيءُ بِهِ
Tidakkah kalian melihat kepada orang yang riya’ ini? Siapa dari kalian bis apergi ke unta milik keluarga fulan dan mengambil kotorannya, darah dan plasenta (ari-ari) nya?”
Maka ada seorang laki-laki datang dengan membawa kotoran tersebut, ia menunggu sampai beliau sujud. Ketika beliau sujud, ia bisa meletakkan kotoran tersebut di antara bahu beliau. Maka ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sujud, orang itu meletakkan kotoran-kotoran unta itu di antara dua bahu beliau. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tetap dalam keadaan sujud, mereka pun tertawa.
Lalu ada seseorang menemui Fatimah radliallahu ‘anha, dan orang itu adalah Juwairiyah. Maka Fatimah bergegas mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallamyang saat itu masih dalam keadaan sujud. Kemudian Fatimah membersihkan kotoran-kotoran unta tersebut dari beliau. Kemudian Fatimah menghadap ke arah mereka dan mendoakan kebinasaan kepada orang-orang Quraisy tersebut.
Setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallammenyelesaikan shalat dia berdo’a :
Artinya, “Ya Allah Hancurkanlah Quraisy , Ya Allah Hancurkanlah Quraisy, Ya Allah Hancurkanlah Quraisy.” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyebut satu persatu nama-nama mereka: “Ya Allah hancurkanlah ‘Amru bin Hisyam, ‘Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, Al Walid bin ‘Utbah, Umayyah bin Khalaf, ‘Uqbah bin Abu Mu’aith dan ‘Umarah bin Al Walid.”
Abdullah bin Mas’ud berkata : “Demi Allah, aku melihat orang-orang yang disebut Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut terbunuh pada perang Badar, kemudian mereka dibuang ke lembah Badar.”
Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
وَأُتْبِعَ أَصْحَابُ الْقَلِيبِ لَعْنَةً
Penghuni lembah ini (lembah tempat korban Badar dari musuh) diiringi dengan laknat.” (HR. Al-Bukhari no. 499)
Umat Islam yang lemah pun tidak luput dari kezaliman orang-orang kafir. Keluarga Yasir yang merupakan budak dari Bani Makhzum digiring ke padang pasir Makkah saat terik matahari membakar. Mereka disiksa di tengah panasnya sengatan matahari.
Melihat itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallammendatangi mereka dan membisikkan dalam telinga mereka kabar gembira :
أَبْشِرُوْا آلَ عَمَّارٍ وَآلَ يَاسِرٍ فَإِنَّ مَوْعِدَكُمُ الْجَنَّةُ
“Berbahagialah Alu Ammar dan keluarga Yasir, karena sesungguhnya tempat yang dijanjikan untuk kalian adalah surga.” (HR. al-Hakim no. 5666)
Kondisi ini terus dialami umat Islam sampai Khabbab Radhiyallahu anhu mengeluh kepada Rasulullah. Ia berkata, “Kami mengeluh kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau sedang berbaring di bawah bayangan Ka’bah, berbantalkan kain yang beliau miliki, lalu kami berkata:
“Tidakkah engkau memohon pertolongan untuk kami? Tidakkah engkau mendo’akan kami?
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab :
Sungguh ada di antara orang-orang yang beriman sebelum kalian yang ditangkap, lalu digalikan tanah dan ditanam disana, kemudian dibawakan gergaji dan diletakkan di atas kepalanya, lalu orang itu dibelah dua, daging dan urat yang berada di bawah kulit disisir dengan sisir besi, namun itu semua tidak menghalanginya dari din (agama)nya. Demi Allah, agama ini akan sempurna, sehingga seorang pengendara bisa berjalan dari Shan’a sampai Hadramaut dalam keadaan tidak takut kecuali kepada Allah dan mengkhawatirkan (serangan) srigala pada kambingnya, akan tetapi kalian terlalu tergesa-gesa”. (HR. al-Bukhari no. 3612)
Terror yang dilakukan orang-orang kafir berupa siksaan, kezaliman, penghinaan dan pembunuhan ditanggapi dengan sabar dan memaafkan. Padahal, sebagian dari sahabat menyatakan bahwa mereka siap berperang dan mati demi Islam. Namun, perkara jihad bukan hanya urusan hidup atau mati, melainkan atas dasar ketundukan kepada Allah.
كُفُّوا أَيْدِيَكُمْ وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ
“Tahanlah tanganmu (dari berperang) dan dirikanlah sholat.” (Qs. An-Nisa : 77)
Ibnu Katsir berkata : “Orang-orang beriman di awal Islam di Makkah mereka diperintahkan untuk shoat, zakat, meskipun belum ada aturan nishob, mereka juga diperintahkan untuk berbuat baik kepada orang fakir dari kalangan orang beriman, juga diperintahkan untuk berlapang dada dan memaafkan perlakuan orang-orang musyrik, bersabar untuk batas waktu tertentu, padahal di antara mereka (kaum muslimin Makkah) ada yang sudah semangat dan ingin sekali memerangi kafir Quraisy guna melegakan dada mereka. Namun pada saat itu kondisi belum memungkinkan karena berbagai sebab, di antaranya sedikitnya jumlah kaum muslimin dibandingkan jumlah musuh mereka.” (Tafsir Ibnu Katsir 1/525)
Sayid Qutub berkata, “Sesungguhnya dakwah damai di masyarakat Jahiliyah lebih memiliki dampak positif ketimbang melakukan perang bersenjata. Jika seandaiya kaum muslimin diizinkan untuk berperang, maka akan terjadi perang antar saudara di masing-masing rumah, karena tidak adanya kekuatan yang tersistem. Bisa saja justru membuat masyarakat antipasti terhadap Islam. Sebagaimana Allah SWT mengetahui bahwa banyak di antara mereka yang dahulunya menentang dan mengazab kaum beriman di kemudian hari akan menjadi tentara-tentara Islam.” (Fi Dzilalil Quran 5/513)
Sehingga perintah kepada kaum muslimin untuk bersabar dan memaafkan kesalahan kaum musyrikin adalah perintah yang sesuai dan relevan dengan kondisi umat Islam kala itu. Perintah itu berfungsi menempa jiwa orang-orang beriman, pengendalian diri mereka dan kesabaran mereka. Wallahu a’lam bissowab

Sumber : https://m.kiblat.net/2018/05/24/fase-jihad-rasul-sabar-dan-memaafkan-kafir-quraisy/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Forum Titik Temu, Upaya Menolak Ekslusivisme dan Kebencian Berlatar Agama

Forum Kyai dan Mubaligh Nusantara Tolak People Power

Status Indonesia sebagai Negeri Islam dalam Kajian Fiqih